ditulis pada 26 juli 2010, 1:25 am
****
Api kecil-kecil bergemericik kala dua badik petarung dari Sumatra ini bertemu. Hang samudra dan Cati Bilang pandai angkat senjata, mereka bertarung mewakili nurani! Tersebut seratus malam lalu Hang samudra tak kuasa menahan perih ditinggal kawin sang kekasih yang dipinang raja, kun ia pun membelah kepala Baginda Jelat. Cati bilang pandai, tangan kanan baginda terbelalak mendengar kabar itu diseberang, maka Cati bertolak dengan dengan kapal rempah dari Kelantan menuju kerajaan.
Dan kabar sebar kaum nelayan itu terbukti jua. Cati rela menunda niat hendak meminang putri Kelantan. Menanah emosinya kala tahu Hang samudra lah pelakunya, pria buangan kerajaan yang pula menjadi karib kecilnya.
“HANG SAMUDRA…JANGAN SEBUT AKU LELAKI BILA TAK SANGGUP MEMENGGAL KEPALAMU!!!” sementara adu gladiator ini berlanjut pada tahap berikut. Kedua senjata terlepas dari tangan si empu. Mata badik memar beradu besi, tak layak dipakai tarung. Tepian pantai seperti kehilangan charisma. Tak berombak dan tak berangin. Sementara Hang samudra terengah lelah , Cati justru semakin menyala hendak menghabisi.
“Catii…dengar dulu, kau salah paham. Baginda itu pun gila. Ia nak menyakiti permaisuri”
“HENTIKAN…AKU TAK SUDI MENDENGAR NASIHAT PEMBUNUH BAGINDA RAKYAT, PERMATA ALAM SUMATRA…” Cati masih menyimpan kekaguman pada baginda, karena sungguh Ia faham lelaki macam apa baginda. Sementara Hang Samudra, sejak kecil telah ternoda oleh perlakuan buruk ayahanda nya, mantan panglima kerajaan, yang lantas bersekongkol untuk menjatuhkan kerajaan. namun gagal...
semenjak itu, tak setapak pun kaki mereka melangkah kedalam istana jika tak kepala taruhannya.
“DARAH KAU KOTOR, SAMUDRA…MENURUN DALAM DIRI KAU. PENGKHIANAT!!!!” Cati melancarkan silat harimau yang telah ia pelajari sedari kecil. Sementara Hang Samudra menangkis cakaran beracun itu dengan jurus ular. Gerakan meliuk-meliuk diselingi pusaran tendangan berkelebat. Cati tak sungkan mengejar leher sebagai sasaran mematikan, dan jika kena, putus sudah urat leher dengan luka dalam kronis.
Hang Samudra, berkutat dengan serangan nadi pada tangan Cati, dan jika kena, selain jurus harimau tak berdaya, pula melumpuhkan bagian tangan hingga bahu, selebihnya tinggal mengabisi lawan.
Serangan harimau ternyata jauh lebih cepat sehingga melukai Hang Samudra, luka cakar di perut dan bagian dada seagai bukti. Untung Hang Samudra masih sempat menjatuhkan diri dan balas memberi tendangan pada dagu Cati, sehingga lehernya selamat dari sasaran.
Cati pun kewalahan, karib kecilnya lebih tangguh, beberapa kali totokan jurus ular Hang Samudra mengenai anggota tubuhnya, Cati hanya tak mengaduh…padahal tangan kirinya sedikit melemah. Serangan lebih ia fokuskan dengan tangan kanan dan tendangan.
Aksi ini diakhiri dengan lompat harimau yang mengenai kepala Hang Samudra, sementara Ia merespon balik dengan tendangan kearah perut sehingga Cati terlempar kebelakang. Mereka mengaduh dalam diam, sementara kuda-kuda waspada tetap terpasang. Pantang bagi lelaki Sumatra menyerah sebelum mati!
Pasir pantai yang tadinya rata, kini cekung kedalam, jurus mereka yang menjadikannya begitu. beberapa karang besar-besar pecah dan tergeser, sementara mentari menguning, senja menampakkan wajahnya…
“kau buta mata Cati…lihat baginda yang kau bela, dulu ia membunuh Ibunda kau, menghabisi keluarga kau, dan mengangkat kau jadi bagian kerajaan. Tak terbersit kah balas dendam oleh kau??? Malulah kau pada keturunan dan leluhur kau!!!”
“TAK PANTAS MULUT KAU BICARA DEMIKIAN….”
“Cati, aku tahu kau sejak kecil…aku tahu masa lalu kau. Tapi jika aku jadi ayah kau saat ini, tak lebih aku akan membunuh kau sejak BAYI!!!...”
“MATI KAU SAMUDRAA..HIAAAAA……” belati kelingking namanya, senjata khas dengan pengait berbentuk cincin. Yang konon hanya dipunyai oleh lingkungan istana, dan adalah hadiah baginda pada kalangan yang ia percaya. Dan belat itu kini bersarang di pergelangan tangan kiri Hang samudra. Darah segar bercucuran, dan membatikkan bercak pada pakaian kehormatan Cati Bilang Pandai. Belum lama belati itu tertancap, Hang Samudra membalas dengan tendangan kencang pada leher Cati. Cati terlempar jauh kebelakang, ia pegangi lehernya yang kini tak berjakun.
Iya…jakunnya terpukul kedalam hingga menahan pernapasan. Cati termegap bagai tenggelam…
Hang Samudra terduduk tak kuasa menahan darah yang mengalir demikian cepat, ia pucat pasi…tak pernah mengerti jikalau ia akan terbunuh oleh karib kecilnya… lantas ia tatap Cati Bilang Pandai, sungguh ia mengiba…tangannya pula yang menghabisi karibnya itu.
Dalam lemah daya, cati teramat ingin kembali ke Kelantan, puti delima asal kelantan telah ia janjikan untuk dinikahi, cintanya sungguh besar, karena tak pernah kasih sayang ini ia lepaskan pada sesiapa, dan karena ia sebatang kara!
“Cati, bukan ini mau ku, kau tak usah mati…biarlah si bejat itu yang mati. Ia merebut kekasihku, dan pula menghamili adikku.” Air mata berlinang dimatanya, sementara daya tiada. Cati telah dahulu menegang, tangannya masih memegangi leher dan belati tergolek disampingnya. Ombak perlahan menepi kepantai diiringi angin pasang dan kelap bintang kejora.
Dan Hang Samudra membeku…
lelaki ini menuai apa yang mereka percaya.
No comments:
Post a Comment