Apr 30, 2012

(CERPEN) impian lemari...

wati terdiam menatap jalan rapat merayap, besi-besi menderu seakan ingin menabrak. para pekerja berhasrat nafsu ingin segera keperaduan. lelah, letih dan intrik pekerjaan membuat mereka berlampias benci pada jalanan.

wati tak paham mengapa semua orang bermuka masam, disudut lampu merah ia bergumam pelan..."apa mereka tak punya lemari?"
pertanyaan sederhana wati dibalik kemiskinan yang telah menggelayut digaris tangannya. ia tak paham nilai uang sepuluh juta yang baru saja hilang karena proyek gagal sipengendara supra, atau betapa mudahnya uang milyaran diraup oleh para bangsat digedung keong, ia tak paham.

seumur-umur, hanya satu kali wati memegang lembar seratus ribuan, kala seorang baik kaya menyodori nya  ikhlas untuk membeli pensil yang ia jual.
wati melongo melihat uang berwarna merah itu, ia pikir cukup untuk tidak lapar selamanya..namun tiga kepala lain dirumah menanti tanggung jawab wati saban hari. dan uang itu raib seketika...

wati kembali nanar, menatap lampu hijau pertanda besi boleh berjalan, pertanda semua sahabat asongannya menepi dan menunggu macet dilampu merah berikut.

"aku cuma pengen lemari.." bisiknya pelan, menatap kebawah pada sendal-sendal kotor dan kaki kumal kepunyaannya...tak pernah ia bermimpi lebih besar selain hanya lemari sedua ukuran tubuhnya yang terpajang di toko furnitur depan jalan. lemari putih dengan ukiran bunga dan sedikit cermin didepan.

ia berpikir betapa bahagianya emak jika ia bisa membeli lemari itu. agar emak dan yumar dan susi tak menumpuk lagi bajunya disudut dinding. tempat jamur bersemayam lantaran lembab. tak akan lagi baju sekolahnya dipenuhi bintik hitam jamur atau beberapa bagiannya yang sobek karena digigit tikus..tak akan...

lampu merah kembali nyala, wati bergerak menuju besi avanza biru dibarisan paling depan. ia mendekat dan melagakkan dagangannya pada kaca yang sedikit terbuka itu
"pensil nya buuk...seribuan tiga..." mentari sore tak jua ramah, mata sayunya mengernyit saat silau matahari  menusuk melalui kaca filem. tak acuh ia tetap menyodor...berharap dagangannya terjual. berharap uang seribu itu membantu beras dan sayur untuk emak.

..samar-samar ia dengar ibu-anak bercengkerama manis...

"adeeek...besok kalo udah gede mau jadi apa??"
"mau jadi insinyur kayak papaa..."
"tapi adek juga mau jadi pilot...boleh dua-duanya kan buuun???."
"boleeeh..."

wati kembali tertegun, berpikir dimana cita-cita itu berada? apa kah tersimpan rapat dilemari ibunya, dan sewaktu-waktu bisa diambil kapan bila perlu??

bocah dua SD ini mengerut...cita-citaku ada dimana? ibu kan tidak punya lemari. lantas rautnya memburam...
mungkinkah cita-citaku ku ada di kresek pensil ini? ia coba mengolah pikir...
namun sejauh manalah pemahaman anak 7 tahun, hanya sepenggalahan..

"kasih pensilnya 3 ya..." jawab si ibu itu mendadak dari dalam mobil.

"wati terkaget dari lamunannya, muka yang tadi sendu beralih sedikit senyum karena pensil nya dibeli..."

"niiih..", jawab si ibu sembari menyerahkan seratus ribu..wati kaget.
mana ada kembalian uang sebesar itu, dagangannya baru laku 6 pensil, yang berarti baru 2 ribu.

tak ada pilihan lain selain mengembalikan uang merah itu...

"bu..blum ada kembalian, maap..." jawab wati mengernyit, ia masih berharap pensil itu laku. sementara si ibu sibuk membongkar perkakas dalam tasnya. mana tahu ada seribuan yang terselip...

belum sempat ia mengembalikan uang itu, lampu hijau telah menyala.
si avanza yang berada dibarisan pertama berisik diklakson oleh besi lain dibelakangnya. semua tak sabar ingin keperaduan...

disaat wati hendak menyerahkan uang itu, si avanza malah tancap gas dan melaju kencang...sayup-sayup ia dengar..
"ambil ajaa..." dari dalam avanza tadi. wati kemudian terperangkap dalam senang. karena punya seratus ribu buat bantu emak.
namun....
apa seratus ribu cukup untuk beli lemari?

wati berdiri lurus ditengah batas jalan...dikiri kanan besi-besi kencang menghujam aspal. wati harus menunggu lampu merah berikut untuk menepi...




No comments: