Nov 30, 2012

papirus

cinta. aku duduk disebelahmu. bersamamu.
kita hidup bersama dan punya anak sekuat kita bisa.
cinta. aku kini bingung.
kita akan kemana..

Nov 28, 2012

Nov 27, 2012

papirus

orang kecil..
dipermainkan takdir..

diiming-imingi mimpi...
cerita dan konstruksi hidup yang indah...

nyata-nyata, mimpi adalah gudangnya kepalsuan..
sesusah manusia membangun impian
segampang Tuhan menjentikkan tangan
mimpi indah didepan mata..
bisa hancur seketika.

orang kecil..
dalam cerita pedih dan sedikit bahagia
dalam setitik senang, segumpal penderitaan..
mencoba bermanja, selilit pinggang luka dan hina

orang kecil..
disuruh bermimpi..
dan kemudian disakiti.
karena orang kecil, adalah gudangnya hiburan bagi si besar..

Nov 24, 2012

papirus

surabaya, one of the oldest city in indonesia, known as the central business in the eastern java, where ships and black market transactions live the city. the prostitue is unseparable, even the bigger one in south east while the people are very tolerable about it. I never seen in any part of indonesia where prostitute is just like the daily life.
there are just few wonderful view to visit, a not-so-expensive foods but not-so-good taste of it.
the diversity might be similar to jakarta as well, but the religion fanatics are not as strong as jakarta. they have no control over citizen, so we can see less riot rather than other places.


old man

garis keras pipinya menggambarkan kesetiaan dan loyalitas. bukti bahwa ia telah melalui banyak perang dalam hidupnya. perang tahun 30an, ketika ada pemberontakan kecil di selat malaka, ketika ia telah menginjak paruh baya. bukan..bukan masalah umur, tapi masalah gairah muda nya dalam tubuh yang rapuh termakan usia. namun perang terberatnya barangkali tentang bagaimana memenuhi kebutuhan perut serta penindasan oleh para kapitalis kuno masa itu.

lelaki tua ini tak pernah bercerita bagaimana ia dulu pernah membakar gudang senjata kompeni seorang diri, ketika semua warga menciut nyalinya dan jumlah lelaki yang disebut jagoan menghilang entah kabur atau mati. aku diberi cerita oleh seorang tua yang menjadi saksi mata betapa lelaki tua ini adalah banditnya bandit dimasa kompeni. 
balik lagi pada cerita pemberontakan kecil di selat malaka, kala itu semua orang malaka adalah centeng, pemabuk dan pelaku kekerasan paling binal didataran sumatra. jika tak bawa lading, lebih baik keluar bertelanjang bulat. sedemikian dekatnya lading dan kehidupan.

lelaki yang kini tua kelewatan itu, adalah dulunya pria garis keras yang datang dari perantauan tanah jawa. di malaka, orang jawa tak dikenal sebagai pekeras. mereka hanya kerja kuli atau sesekali main wanita. kalau urusan rusuh, orang malaka tak ada tandingan. 

jadi pria paruh baya itu dikenal dengan nama "cupak". orang jawa yang ekstrim dan paling bandit. kalau tidak merusuh, cupak setidaknya mencopet.

pada suatu malam, kerusuhan kecil terjadi di ujung pelabuhan malaka...

(bersambung)

Nov 21, 2012

cerpen: tamsir

pagi hari jam 5, senin pula, angin pelan menggamang solo seraya pelan menusuk leher tamsir. merinding. setelah hujan semalam, udara sedemikian bersihnya terasa. satu dua motor berjalan, pelan, seolah enggan menyusul ritme hidup hari ini. ia berangkat dengan kemalasan teramat sangat dengan pekerjaan. bosan...ah, cerita lama.

tamsir kembali dari lorong ingatannya, pelan memutar setang kanan gas motor, sementara motor tuanya pelan menaikkan kecepatan, seolah ikut malas mengikut prilaku tuannya. motor ini telah 10 tahun menemani tamsir, semenjak ia masih kerja outsource, hingga telah tercatat sebagai pegawai tetap dikantornya. gramedia.
ia ingat-ingat lagi, apakah seluruh kelengkapan telah ia bawa didalam tas ranselnya: novel, ada; bekal, ada; buku, ada; nametag, ada. yang tak ada?? hmm...pacar yang belum ada. pikirnya ngalor ngidul sementara lampu kuning perempatan berangsur menjadi merah.

ah..pacar! kerja lebih duluan...
tapi... apalah pekerjaan, pikirnya. bagai air tenang, jika tak menyelam, maka tak akan dalam; the less you know the better. bodoh amat. toh ia cuma seorang kroco yang lebih sering berkutat dengan surat masuk redaksi ketimbang manusia pekerja lainnya. cukuplah pekerjaan itu baginya, untuk membayar kos, listrik, pulsa, atau sesekali makan steak. tapi kalau pacar..? ah...pikiran itu kembali menengadah nya, dan tanpa sadar ia menggeleng beberapa kali, agar pikiran itu lenyap seketika, tapi tidak. pacar?? iya...tamsir telah lama menyendiri, benar, ia bukannya tak laku, tapi lebih memilih menjadi sendiri. melihat lebih kedalam dirinya dan kebutuhan egoisme nya yang belum tercapai lantaran uang gajinya tak kunjung terkumpul.
"ah...biarkanlah Tuhan yang menentukan kapan aku punya pacar"..bisiknya dibalik helem yang melekat kencang.
pikiran bodoh. berulang-ulang ia yakinkan benaknya bahwa urusan pacar bukanlah menjadi prioritas saat ini.

lampu hijau telah menyala, dan agaknya ia telah cukup lama dalam kebengongan, dan untungnya ini masih pagi, tak seorangpun menyalakan klakson atau meneriaki nya hal yang macam-macam.

berangkat jam 5 memang lebih enak, perjalanan ke kantor yang seharusnya 1 jam, menyurut menjadi setengah jam, belum lagi jika hadir lebih awal, maka segala jenis surat bisa dikategorikan lebih cepat..lebih cepat berarti lebih baik, karena ia bisa rehat seharian atau minum kopi santai di warteg sebelah.

pernah suatu kali ada surat cinta yang masuk ke redaksinya, pakai amplop pink dan sekuncup mawar artifisial ditempel pada sisi surat. tamsir menduga ini pasti bukan untuknya.
dan benar saja. itu memang diperuntukkan pada seorang atasan dibidang lain, yang tampan, kaya dan selalu necis. andaikan ia setampan itu, mungkin pacarnya yang terakhir tidak serta merta saja menghilang, tak ada kabar..tak ada berita.. lima bulan lamanya. cukup lama dan habis sudah harapannya yang berpikir pacarnya akan memberi kejutan.

ah..stop..pleaase..tamsir mengernyitkan pikirannya, berulang kali ia berusaha untuk tidak memikirkan hal-hal seurusan pacar. tapi otaknya susah diajak kerjasama.

tamsir berlarut dalam pikiran marutnya, sementara itu motor nya telah mendekati satu belokan terakhir menuju kantor. persi setelah warteg bu dewi.
oh...dewi...mirip nama mantan pacarnya yang dulu pernah tergila-gila padanya.ketika dulu smk. dimana ia sekarang? jangan-jangan ia telah berubah jadi lebih cantik, atau pakai kawat gigi dan gigi gingsulnya serta sedikit jarangnya telah serata rel stasiun balapan, atau ia telah pandai dandan...atau... aaargh..God, tolong aku untuk memikirkan sesuatu yang lain!!.

dan warteg dewi pun berhasil dilewati.

tamsir menggas motor nya kencang-kencang, agar segera tiba dikantor dan melakukan pekerjaannya. hari ini, seperti hari kemarin, ia dikalahkan oleh pikiran-pikirannya. sial, pikirnya. sebagai mood booster, ia berulang kali mengucap kalimat motivasi agar segala urusan pacar-memacar ini segera punah.
selepas motor masuk pagar masuk, keanehan terjadi..

tamsir belum turun dari motor bututnya, namun pemandangan didepannya mengalihkan rutinitas "parkir motornya" terlebih dahulu...ia betul-betul kaget, atau salah lihat??


"....lho....dewi...?" tamsir bingung tak tertahankan. dewi muncul didepannya, pakai kawat gigi, berdandan rapi dan blazer.
senyum mengelumit dibalik mukanya yang mendadak sangat cantik, giginya tidak lagi gingsul, dan yang sedikit jarang itupun menghilang tanpa jejak.
tamsir masih saja terpana...

"lhooo...sir, apa kabar, kamu disini juga...aku hari ini training di gramedia.." jawabnya manis. agaknya dewi flirting, dan tamsir pun ter-flirting-kan.
mereka sejenak bertatapan, banyak hal yang mestinya mereka bicarakan ketimbang hanya sekedar "..lhooo.."
secercah harapan muncul dalam hidup tamsir. mungkin dewi lah jodohnya, layaknya anang dan ashanty, mungkin ia akan menjadi lebih betah di kantor dan menjadi kroco yang paling bahagia, mungkin ia akan segera memulai lembaran baru..mungkin ini atau itu..dan itu semua mungkin...

senin itu tamsir berharap gayung kehidupan menyiramnya dengan air harapan dan cinta yang lebih indah

Nov 13, 2012

papirus

satu hari kerja adalah 10 jam, lama perjalanan pulang-pergi 4 jam, waktu tidur 5-6 jam, waktu bersama keluarga 4 jam.

Nov 9, 2012

Lari dari rumah

pada sore itu aku termenung, duduk disebuah bangku semen buatan di sebuah taman kecil pinggir jalan, seberang asrama ganting, disamping asrama terandam, padang. sore temaram dan jalan belum sesesak tahun-tahun sekarang. dahulu itu 1995.
sore-sore seperti biasa, mikrolet lalu-lalang, dikanan berbaris penjual bunga dan pupuk yang tumpang tindih berebut lahan menaruh pot-pot mereka.
aku masih kecil, bercelana pendek, karet, warna kuning dan baju kaus yang warnanya aku lupa. sendal sebelah-belah beda warna, sementara uang disaku tak ada. kalau pun ada, biasanya senilai 500 rupiah dan itupun langsung kubeli sate padang gerobakan.
sore itu aku enggan pulang kerumah, aku memilih duduk saja disana dan berkali-kali menyeka air mata. aku sedih bukan kepalang karena mama marah besar, sebabnya aku tidak ingat. tapi yang pasti aku melakukan kesalahan bodoh ala anak kecil. aku lupa saja. namun memori lari dari rumah ini demikian lekat dibenak.
lari dari rumah versi anak kecil seperti aku memang tidaklah sedramatis sinetron jaman sekarang. aku hanya duduk merenungi nasib. kalau kabur mau kemana? tidur dimana? makan sama siapa? sekolah bagaimana? mama papa bagaimana?
bodoh.
aku ingat duduk sekitar 4 jam, dan ketika sedih ku reda. aku menyeberang dan pulang...

mama menunggu dan ketika aku pulang, raut muka beliau sangat cemas. namun enggan untuk memarahi lagi.
marah karena sayang.