May 27, 2012

(Cerpen) kisah cinta paling depresif

....


"setiap lima langkah, maka kau akan mengulas senyum pada seseorang..."
"setiap repetisi kelima dari lima langkah, kau akan menyibak rambut ikal dan berponi itu"
"pada masa-masa dimana kau melihat batu, maka seketika kau akan mengangkat tangan dan berujar: hidup ku  indah"...
"dan ketika kau tiba di ujung jalan sebelum satu jembatan membelah, kau akan berteriak sekencangnya dan bilang: karena kamu!"

****

maka setelahnya, kutepuk lembut dahi mu, engkau seolah sadar dari kekosongan yang baru saja tercipta.
sementara aku, berlarian hingga ketempat duduk biru di arah mentari tenggelam.

kala aku mencapai tujuan, tepuk tangan dua kali terlaku.
maka seketika engkau berjalan...
angin sedayu pelan mengusap dahi dan wajah manismu..
jalanan sepi menjelang petang mendung. tiada sesiapa diluaran selain aku, dan kau!
lantas, dari kejauhan...kau mengulas senyum, sebentar-sebentar kau menunduk dan kemudian kembali menatap ku....penuh senyum.
aku mencandu pada barisan gigi itu...

tepat ketika angin melambat, rambut ikal itu mengkaku terlekat pada pipi dan sedikit tergigit bibir...
lantas kau sibak rambut ikal itu, mempertontonkan leher jenjang dan dagu runcing yang memompa tsunami di dadaku...
kembali kau tatap aku dan tersenyum, aku seperti mati dalam ingatan dan kesadaran, rasanya aku telah menemukan sorga dari definisi wajah itu, dari gigi yang berbaris rapi itu. sorga yang kumau...

tepat dipinggir jalan padamana satu jembatan menggelayut dilapis temaram senja..
kau berteriak kencang... "KARENA KAMU!!!"

kau teriak lantang, seperti kala terakhir kita bertemu...dan berpisah...disaat engkau putuskan tuk menjadi kekasih tuhan di ufuk gereja. sungguh teriakanmu membuat jantungku mendesir tanpa ritma, nyaris ku mati dan bertemu tuhan, jika pun dia ada...

lamunku kembali pada bumi, dan kulihat kau kini mengarahku, penuh makna dan aura kehangatan.
kau kian mendekat, aku khidmat...

nyaris aku lupa mengeluarkan batu dibalik saku jaket ini saking terpesona nya..
batu kukeluarkan dengan pelan, tanganku menggigil haru...

batu ini, yang pernah menyatukan cinta kita. disaat kau berbisik pada lelaki buram sepertiku...lelaki tanpa arah dan tujuan yang entah apa sisi baik padaku hingga membuat hati mu tertambat!

aku sungguh ingat, saat dari belakang kau berbisik pelan dan menyentuh tanganku...
kau berikan batu ini dan berkata: "dari luar kau persis seperti batu...tapi aku tahu engkau bukan!"...
aku seolah ditelanjangi ketika itu, dan sekonyong-konyong kau menyungging senyum....

persis sama seperti senyum kau saat ini, menyungging..
kala aku menengadahkan batu yang dulu kau beri...

kau mendekat dan semakin lekat...
lantas kau sentuh tanganku yang memegang batu itu
dan kemudian kau berujar: "hidupku indah....."
kau hirup udara serta perlahan mengangkat tangan...lepas, tanpa derita

tangan lembut kau, menjalarkan aura ketenangan dan kasih, hingga menggetarkan labu kering kerontang di dadaku..
lantas air mataku berurai kala frase itu terlontar lembut begitu saja.

kau tetap saja tersenyum, seperti tak ada penolakan batin dari dirimu.
hipnotis ku belum pudar jua..
dan aku tetap ingin begini.

....




May 26, 2012

kimono

kimono and art performance are the best combination for your weekend, don't you think?











May 19, 2012

(Cerpen) Rara dan Ketulusan Cinta


ditulis pada 31 Maret 2010, 09:58AM
******


“hebat…masih muda tapi sudah kaya” begitu kata mama ketika ia melihat candra yang mendatangi ku dengan membawa mercy entah kelas apa, dan mama begitu mengagumi candra.

“jadi definisi hebat mama begitu ya,kalau udah ada yang bawa mobil mercy, berduit, lantas dia jadi hebat dimata mama”..aku menjawab dengan sedikit sindiran, mama memang sedikit materialistis, apalagi semenjak papa pensiun dari pekerjaannya. mama sangat cemas dengan masa depanku apabila dipersunting oleh lelaki tak berstatus.

“hello tante, lama ga jumpa…” candra bersalaman sembari melirik kearahku dengan lagak lelaki paling dipuja seluruh wanita
“hai rara, kamu makin cantik aja…oh ya, buat yang perempuan secantik kamu, aku tak sembarangan memberi hadiah…” ia menyerahkan padaku sebuah bingkisan kecil, ku yakin isinya adalah cincin berlian yang memang sudah dijanjikannya ketika ia masih di swiss. aku tak kaget, karena cincin ini bukan yang pertama, sudah belasan jumlahnya dikamar, tak satupun kusuka, mungkin kalau semua kugunakan, cukup untuk menghias setiap jari ditubuh mulai dari tangan hingga kaki.
“oh…terima kasih..” aku menjawab datar, karena mesti bagaimana lagi..
sebentar berbasa-basi kemudian mama mempersilahkan candra masuk kedalam ruang tamu kami, candra hanya senyum-senyum, barangkali ia berpikir telah menaklukkan mama…huh, mungkin iya, tapi hati ku tidak!!dan tak akan.

aku masih suka pada lelaki sempurna dalam ketiadaannya dan ketulusannya menyayangi aku.

****
oke, disinilah aku sekarang, duduk didalam mobil dan mendengarkan cerita bergelimang harta oleh candra. “sayang, kemaren papah habis dari vietnam, kamu tau ga, saking papah kaget ngeliat gajah vietnam yang bisa masuk kota, papah kepengen beli tuh gajah buat di awetin, trus dipajang di ruang tamu rumah, hahahaha…” candra benar-benar garing, aku hanya tak mau mengecewakan mama hingga aku jalan dengannya. belum lagi cerita yang selalu diulang-ulang mengenai silsilah keluarganya yang merupakan keturunan raja di magelang dan kedekatan ayahnya dengan para pejabat.
aku bosan dan sedikitpun tidak mau menjadi bagian penting dalam hidupnya. dan satu lagi, perlu juga aku jelaskan bahwa aku bukan pacarnya, dan omongan sayang yang ia ucapkan telah berkali-kali kuprotes dan tetap tak diubah olehnya, hingga akhirnya aku lelah dan merelakan ia panggil begitu.

jujur, aku masih tak bisa melupakan lelaki paling biasa namun mengajarkanku banyak hal mengenai hidup, aku mencintai dia seadanya.

****
sudah pukul 10 malam saat mobil bergerak menuju belokan dekat rumahku dan di teras kulihat dia…
“apa..mama tidak mempersilahkan ia masuk sama sekali??” aku kaget dan bergumam cukup kencang di mobil karena tidak tega melihat ia berteman dengan nyamuk diteras redup kami, dan tak segelas air pun tersaji.
aku seketika turun dari mobil dan menghampirinya…
“jay…maaf, kamu kok engga masuk?” aku bertanya dengan rasa bersalah yang mendalam, jay ku…ia tak disenangi mama hanya karena ia orang biasa tanpa silsilah keluarga, belum lagi harta yang tak ia punya.

“engga apa-apa…aku sebenarnya ingin ngobrol dengan mama dan papa kamu…kulihat tangannya menggigil, ia pasti sudah kedinginan diluar teras cukup lama.
candra si sok kaya malah mencemooh “mas, sepedanya boleh digeser ga? bukannya saya ga mau nabrak, tapi saya ga mau mobil saya lecet”…sindiran paling tajam dan paling menyakitkan yang pernah kudengar, ingin menangis rasanya melihat jay dengan tenang menggeser sepedanya dan masih menunjukkan kesabaran…
aku bersumpah demi tuhan, tak akan menikahi lelaki moral tumpul macam candra…emosi ku tak tertahan juga akhirnya.

“MAMA…tega sekali jay engga disuruh masuk daritadi…kenapa sih ma?” aku sambil mengetuk pintu dan berteriak melawan. aku tak bisa menahan emosi..

“biarin aja dia diluar..ga pantes orang kampung diterima sama tante indri…” kalimat yang ‘manis’ dari candra si orang kaya nan miskin moral.

“mama cape, kamu suruh aja jay pulang…” mama kemudian menyahut dengan malas-malasan.
” maaf tante, saya cuma sebentar..” jay menjawab dengan pelan…
Aku ingin berteriak lebih kencang…”Ma…”
namun terputus ketika terdengar suara dari dalam sedang membuka pintu…

“silahkan nak jay…”…papa kemudian mempersilahkan jay masuk, aku kaget sekali, tak biasanya papa memperlakukan orang-orang terdekatku dengan seperti itu, papa lebih banyak diam ketiimbang memberi komentar mengenai hubungan pribadi ku, tidak seperti mama.
kemudian jay masuk serta candra duduk bersebelahan dengan papa. papa memang mengenalnya, namun sebatas itu saja, tak lebih… dan kalau aksi sok dekat yang candra lakukan pada papa, tentu itu improvisasinya…
“apa yang perlu dibicarakan nak jay…” papa bernada tenang.
“aku ingin menikahi rara pak..” jay menjawab dengan sedikit kegugupan..
“HAHAHA…om, jangan-jangan dia habis mabok atau kesambet setan waktu pake sepeda kesini. yang pasti tidak mungkin om..” candra menjawab dengan lantang dan angkuh.

lantas papa menjawab “aku yang harusnya menjawab, bukan kamu. karena bukan kamu yang membesarkannya”. jawaban itu sungguh dalam. dan raut muka candra berubah semerah-merahnya menahan malu dan marah karena mungkin ia baru kali ini direndahkan seperti itu.

“mengapa kamu mengatakannya sekarang?” papa bertanya dalam kapasitasnya sebagai seorang ayah. aku bingung, senang, sedih bercampur menjadi satu.
senang karena lelaki penyabar itu akhirnya benar ingin menikahiku, setelah 5 tahun hubungan kami tanpa disetujui mama, dan belasan lelaki kaya yang dikenalkan mama padaku. namun ia lewati semua itu dengan penuh sabar. aku pikir, dia lelaki sesungguhnya untukku.

ketika otakku sedang melayang, kembali kupusatkan konsentrasiku pada pembicaraan mereka:
“yang pertama karena aku mencintai rara, yang kedua karena aku yakin tak akan ada lelaki yang jauh lebih baik mendampinginya daripada aku, yang ketiga karena dia dan hanya dia yang bisa mengisi hari-hariku…” jawaban itu diberikan jay tanpa keraguan sedikitpun.

“aku bisa memberikan lebih dan aku bisa membuat om dan keluarga kaya raya…” dan candra akhirnya berbicara…

kemudian papa melihat candra cukup lama…dan berkata:
“keluarga ku lebih berharga dari harta, dan tak akan pernah pula tergadai karena harta…”
itulah jawaban yang membuat candra pergi.

didalam kamar terdengar suara mama: “pokoknya mama engga setuju kalo rara nikah dengan jay, dia itu engga punya apa-apa..mau ngasih makan apa nanti buat anak cucu kita pa?? papa sadar donk…”

jay hanya menunduk seolah malu dengan kondisi diri dan keluarganya yang miskin, aku sedih sekali mendengar ucapan mama. mama belakangan selalu mengecewakan, sejak papa pensiun dan penghasilan yang menurun drastis hingga kami tak bisa seperti dulu.

“ma..lantas kita akan menjual anak kita demi harta, begitu maksud mama??” papa berteriak kencang sekali.hingga mama hanya bisa diam. papa tidak pernah setegas itu sebelumnya. mama tak sanggup lagi melawan omongan sang kepala rumah tangga…

“karena aku bapaknya dan karena kamu tulus mencintai anakku, silahkan nikahi dia..” papa akhirnya menjawab, aku menangis terharu karena setelah sekian lama, akhirnya hubungan kami benar-benar direstui.
dan ternyata papa benar-benar mengerti siapa lelaki yang tepat untukku.

“oh ya, satu hal lagi pak…kalau bapak tidak keberatan, aku ingin menikahi rara 2 bulan lagi, karena terhitung maret aku akan melanjutkan beasiswa sekolah ke australia dan aku ingin mengajak rara ikut serta…”

“silahkan..”jawab papa, dan kini ia semakin yakin bahwa pilihannya tepat.

May 11, 2012

(Cerpen) Asap Kuning

Ditulis pada jumat, 9 Juli 2010, 9:47 pm
***


aku tersengal, napas serta keringat membasahi. hujan menetes tajam mengenai muka tiruskuku. menusuk perih mata yang sedang menatap kedepan, hingga aku memejam berkali-kali. angin berpusar tinggi, hampir satu batang kelapa...mengejar mendekat. seperti aku tak kuasa lepas dari daya magnet angin ini.

tidak sedikitpun terpikir sebelumnya aku akan menghadapi bahaya alam semacam ini. ternyata reporter tidak hanya sekedar memajang tampang di sela-sela berita nasional, nyawapun tantangannya...itu yang beberapa detik ini baru kupelajari.

detik yang mungkin saja menjadi terakhir kali aku berpikir.

pusaran angin maha kencang telah menghantam setengah wilayah kering kalimantan barat, layaknya badai vertikal ditengah gurun. kayu, benda-benda berat seperti melawan gravitasi, bahkan aku tak sengaja melihat tiga mobil operasional dan satu helikopter putih berlogo burung elang ikut melayang berputar mengikuti pusaran.

helikopter itu yang tadi kutumpangi, pikirku...

tadinya aku, iwo, serta beberapa kru televisi lain bertolak ke kalimantan barat - tepatnya kota singkawang - untuk meliput asap kuning aneh yang mendadak muncul dari permukaan tanah hutang gundul sini. fenomena aneh ini baru kali ini terjadi di indonesia, sehingga menimbulkan kecemasan psikologis pada warga singkawang. para ahli menduga asap itu sebagai fenomena gas perut bumi. tapi bagaimana bisa kuning???
pertanyaan itu belum pula terjawab olehku.

tak ayal ketika pertama aku melihat secara langsung, aku terbelalak! benar, ini belum pernah ada sekalipun, termasuk belahan dunia manapun.

"MANDAA...KITA TERJEBAK..." iwo sang kameramen berteriak kalap sembari memutar kebelakang kepalanya, arah lari kami berujung pada sungai keruh yang tak bisa kami lewati. sementara itu, mulut kamera terus merekam pusaran puting belliung, membelakangi si pemilik. dasar, naluri kameramen profesional!

aku tidak segera menjawab, karena tiba-tiba emosiku menanah terhadap ramalan cuaca yang selalu tidak tepat. "BRENGSEK..." aku berteriak sebagai jawaban untuk dua hal. yang pertama untuk keterjebakan ini, yang kedua untuk ramalan cuaca.

puting beliung terus mengejar, kami terus berusaha lari dan berbelok. pun selalu diikuti. sementara beberapa benda yang tadinya mengambang mulai terlempar`kesana kemari. ban, kaca, kamera, batu hingga kabel mendadak keluar bagai anak ketapel.

asap kuning yang tadinya keluar dibeberapa pori tanah, semakin deras menyemprot. bahkan mengasapi semua permukaan tanah. kami tak tentu arah, bahkan ragu melangkah!!

"Aaaawww IWOOO..." aku teriak lantaran kaget atas kemunculan kabel dan kamera yang jantuh beberapa hasta didepan. sejenak aku memegang kepala, takut benda lain terlempar dan mengenaiku.

lantaas aku cari iwo, DIA DIMANA??? bukankah tadi ia didepanku???

"IWOO..." teriakku dan masih tak bergerak. aku tak menyadari ia menghilang. entah terjatuh dan tertutup gas kuning atau dia telah tersedot kepusaran.

aku terus menatap sekeliling mencari iwo, hingga tak sadar puting beliung semakin dekat. aku tak sanggup mengelak lagi. tiada yang bisa kulakukan selain menunduk dan menutup kepala dengan kedua tanganku, sementara mata terus kupejam hingga angin itu menelanku...


***

aku dilanda kebingungan, antara pusing atau bingung. aku kini didalam pusaran angin beliung, DIDALAMNYA. ku lihat semua benda berputar sangat tinggi. entah apa yang salah, namun aku merasa tidak...

aku tidak berputar. aku seperti diletakkan pada posisi episentrum stabil yang membuatku terlindung dari semua pusaran. seperti ruang hampa tenang hanya dibalik pusaran, semua pandangan kabur oleh tanah yang berterbangan serta benda-benda yang saling berdesakan mengelilingi.

lantas ku tengadahkan kepala keatas hingga aku sedikit kaget!!

aku melihat sesuatu yang membuat pusaran demikian kencang dan stabil. aku tajamkan penglihatanku untuk meyakinkan apa yang sedang kusaksikan.

aku lihat benda berputar besar dan sangat terang, aku yakin itu piringan yang luas dan terbang rendah... dan ia menyedot semua asap kuning yang keluar dari tanah dengan pori bercahaya di tiap ujung piringan.

sisanya aku tak yakin apa yang terjadi karena aku merasa terangkat keatas, cahayanya semakin dekat semakin terang.

dari ketinggian ku lihat iwo yang terkulai lemas dipinggir pohon gersang arah barat serta beberapa kru lain rebah dalam letak tak biasa.
perlahan keadaan sekitar menjadi lebih tenang..

sementara sisanya aku tak ingat lagi...

May 10, 2012

(Cerpen) Hang Samudra

ditulis pada 26 juli 2010, 1:25 am
****



Api kecil-kecil bergemericik kala dua badik petarung dari Sumatra ini bertemu. Hang samudra dan Cati Bilang pandai angkat senjata, mereka bertarung mewakili nurani! Tersebut seratus malam lalu Hang samudra tak kuasa menahan perih ditinggal kawin sang kekasih yang dipinang raja, kun ia pun membelah kepala Baginda Jelat. Cati bilang pandai, tangan kanan baginda terbelalak mendengar kabar itu diseberang, maka Cati bertolak dengan dengan kapal rempah dari Kelantan menuju kerajaan.

Dan kabar sebar kaum nelayan itu terbukti jua. Cati rela menunda niat hendak meminang putri Kelantan. Menanah emosinya kala tahu Hang samudra lah pelakunya, pria buangan kerajaan yang pula menjadi karib kecilnya.

“HANG SAMUDRA…JANGAN SEBUT AKU LELAKI BILA TAK SANGGUP MEMENGGAL KEPALAMU!!!” sementara adu gladiator ini berlanjut pada tahap berikut. Kedua senjata terlepas dari tangan si empu. Mata badik memar beradu besi, tak layak dipakai tarung. Tepian pantai seperti kehilangan charisma. Tak berombak dan tak berangin. Sementara Hang samudra terengah lelah , Cati justru semakin menyala hendak menghabisi.

“Catii…dengar dulu, kau salah paham. Baginda itu pun gila. Ia nak menyakiti permaisuri”

“HENTIKAN…AKU TAK SUDI MENDENGAR NASIHAT PEMBUNUH BAGINDA RAKYAT, PERMATA ALAM SUMATRA…” Cati masih menyimpan kekaguman pada baginda, karena sungguh Ia faham lelaki macam apa baginda. Sementara Hang Samudra, sejak kecil telah ternoda oleh perlakuan buruk ayahanda nya, mantan panglima kerajaan, yang lantas bersekongkol untuk menjatuhkan kerajaan. namun gagal...

semenjak itu, tak setapak pun kaki mereka melangkah kedalam istana jika tak kepala taruhannya.

“DARAH KAU KOTOR, SAMUDRA…MENURUN DALAM DIRI KAU. PENGKHIANAT!!!!” Cati melancarkan silat harimau yang telah ia pelajari sedari kecil. Sementara Hang Samudra menangkis cakaran beracun itu dengan jurus ular. Gerakan meliuk-meliuk diselingi pusaran tendangan berkelebat. Cati tak sungkan mengejar leher sebagai sasaran mematikan, dan jika kena, putus sudah urat leher dengan luka dalam kronis.

Hang Samudra, berkutat dengan serangan nadi pada tangan Cati, dan jika kena, selain jurus harimau tak berdaya, pula melumpuhkan bagian tangan hingga bahu, selebihnya tinggal mengabisi lawan.

Serangan harimau ternyata jauh lebih cepat sehingga melukai Hang Samudra, luka cakar di perut dan bagian dada seagai bukti. Untung Hang Samudra masih sempat menjatuhkan diri dan balas memberi tendangan pada dagu Cati, sehingga lehernya selamat dari sasaran.

Cati pun kewalahan, karib kecilnya lebih tangguh, beberapa kali totokan jurus ular Hang Samudra mengenai anggota tubuhnya, Cati hanya tak mengaduh…padahal tangan kirinya sedikit melemah. Serangan lebih ia fokuskan dengan tangan kanan dan tendangan.

Aksi ini diakhiri dengan lompat harimau yang mengenai kepala Hang Samudra, sementara Ia merespon balik dengan tendangan kearah perut sehingga Cati terlempar kebelakang. Mereka mengaduh dalam diam, sementara kuda-kuda waspada tetap terpasang. Pantang bagi lelaki Sumatra menyerah sebelum mati!

Pasir pantai yang tadinya rata, kini cekung kedalam, jurus mereka yang menjadikannya begitu. beberapa karang besar-besar pecah dan tergeser, sementara mentari menguning, senja menampakkan wajahnya…

“kau buta mata Cati…lihat baginda yang kau bela, dulu ia membunuh Ibunda kau, menghabisi keluarga kau, dan mengangkat kau jadi bagian kerajaan. Tak terbersit kah balas dendam oleh kau??? Malulah kau pada keturunan dan leluhur kau!!!”

“TAK PANTAS MULUT KAU BICARA DEMIKIAN….”

“Cati, aku tahu kau sejak kecil…aku tahu masa lalu kau. Tapi jika aku jadi ayah kau saat ini, tak lebih aku akan membunuh kau sejak BAYI!!!...”

“MATI KAU SAMUDRAA..HIAAAAA……” belati kelingking namanya, senjata khas dengan pengait berbentuk cincin. Yang konon hanya dipunyai oleh lingkungan istana, dan adalah hadiah baginda pada kalangan yang ia percaya. Dan belat itu kini bersarang di pergelangan tangan kiri Hang samudra. Darah segar bercucuran, dan membatikkan bercak pada pakaian kehormatan Cati Bilang Pandai. Belum lama belati itu tertancap, Hang Samudra membalas dengan tendangan kencang pada leher Cati. Cati terlempar jauh kebelakang, ia pegangi lehernya yang kini tak berjakun.

Iya…jakunnya terpukul kedalam hingga menahan pernapasan. Cati termegap bagai tenggelam…
Hang Samudra terduduk tak kuasa menahan darah yang mengalir demikian cepat, ia pucat pasi…tak pernah mengerti jikalau ia akan terbunuh oleh karib kecilnya… lantas ia tatap Cati Bilang Pandai, sungguh ia mengiba…tangannya pula yang menghabisi karibnya itu.

Dalam lemah daya, cati teramat ingin kembali ke Kelantan, puti delima asal kelantan telah ia janjikan untuk dinikahi, cintanya sungguh besar, karena tak pernah kasih sayang ini ia lepaskan pada sesiapa, dan karena ia sebatang kara!

“Cati, bukan ini mau ku, kau tak usah mati…biarlah si bejat itu yang mati. Ia merebut kekasihku, dan pula menghamili adikku.” Air mata berlinang dimatanya, sementara daya tiada. Cati telah dahulu menegang, tangannya masih memegangi leher dan belati tergolek disampingnya. Ombak perlahan menepi kepantai diiringi angin pasang dan kelap bintang kejora.

Dan Hang Samudra membeku…

lelaki ini menuai apa yang mereka percaya.

May 6, 2012

May 1, 2012

sekelumit

pada suatu hari dimasa lalu..
ketika aku berkata.."kelak ketika engkau bertemu lelaki yang tepat, jangan engkau sia-siakan..."
dan ketika engkau berdoa.."semoga engkau dipertemukan dengan seorang perempuan yang baik, karena aku tahu engkau lelaki yang baik"..
tak pernah terpikir beberapa tahun setelahnya doa kita dijawab dengan cara yang luar biasa. kita dipertemukan kembali.
dalam suasana hati dan rasa yang lebih baik, lebih menerima, dan kita lebih bahagia...

:)

papirus

aku terlalu cemas memikirkan tentang bagaimana nanti..