Jan 9, 2013

5 cm, sebuah review

saya ngga bakat ngasih review tentang film, maklum lah ngga ada basic perfileman. tapi kok rasanya greget aja ngeliat film 5cm yang novelnya cukup baik tapi tidak demikian filmnya. semenjak saya tahu film ini digarap oleh rizal mantovani, saya yakin film ini akan lebih bagus di gambar ketimbang esensi cerita (apa lantaran rizal adalah seorang sutradara video klip).

yang pasti, poin-poin penting dalam novel serta merta hilang ketika difilmkan.

sebutlah satu adegan ketika mereka sedang duduk-duduk di secret garden, dimana yang seharusnya terjadi adalah mereka ngobrol ngalor ngidul kesana kemari, berfilosofi absurd dan cerita-cerita jaman sma, dan lantas mereka merasa de javu karena pembicaraan mereka sudah pernah dibahas dulu-dulu, lantas dibahas lagi. hingga pada satu titik mereka merasa adanya stagnansi pada hubungan persahabatan itu. berangkat dari titik inilah kemudian muncul ide bagi grup mereka untuk tidak bertemu selama tiga bulan.
sementara dalam film, kejadian ini hanya sebuah ritme datar tanpa esensi dan sekonyong konyong si genta menelurkan ide tidak bertemu itu. tanpa sabab musabab, tanpa tedeng aling-aling.
rasanya kok cerita ini menjadi sangat dangkal dalam esensi yah.

yang paling fatal adalah masalah pemilihan karakter. barangkali hanya perasaan saya atau banyak yang sependapat bahwa karakter genta seharusnya tidak diperankan oleh fedi nuril, agaknya lebih cocok kalo si ben joshua yang jadi genta. karena karakter genta adalah seorang leader dan menonjol, sementara fedi nuril, lebih cocok jadi anak ben atau karakter yang urakan (sudah terimej dengan "garasi" kali ya).

belum lagi karakter zafran, apa iya junot yang cocok? padahal zafran dalam imajinasi saya adalah seorang seniman eksentrik dengan prosa-prosa sintingya, agak urakan dan konyol. lantas, ruang komputer dan kamar yang dimiliki zafran saya imajinasikan seperti ruang kumuh dengan buku kahlil gibran yang berserakan dimana-mana, dan komputer kotak yang jadul namun masih mumpuni untuk mendesain. saya malah berpikir seharusnya zafran ini diperankan oleh trias changcuters, atau tokoh lain yang tidak terlalu ganteng, rambut agak gondrong dan suka ngebanyol. tapi susah sih ya kalo di indonesia, pemain filmnya harus ganteng, mau itu cocok karakternya atau engga.

zafran dalam film saya anggap sebagai malapetaka, ia muncul dengan sosok ketampanan melebihi arial (didalam buku tidak begitu) dan rambut yang rapi, pakai komputer apple serta kamar bergaya modern. "ohmaigat. ni orang seniman atau model sih?" pikir saya ketika melihat karakter zafran yang diperankan oleh kembaran saya, herjunot. sejauh yang saya tahu, pecinta kahlil gibran adalah orang-orang yang terlalu mengagungkan cinta, hingga suka lupa pada hal-hal duniawi. dan kamar adalah salah satu hal duniawi. jadi hipotesisnya adalah kamar safran tidak boleh serapi itu!
lantas, minim sekali pembicaraan puitis, kesintingan roman dan kelucuan yang dimunculkan pada karakter zafran. sebaliknya, zafran malah terpesona dengan kemolekan tubuh pevita dan g-string nya. (lho..bukannya yang suka mikir jorok itu malah si ian ya? dan sebaliknya, ian yang doyan bokep hanya direpresentasikan dengan scene ian membeli kepingan dvd bajakan belaka).

karakter yang menjadi kuda hitam justru arial dan ian, bisa dibilang mereka main cukup baik untuk seorang yang bukan pelakon, bahkan ian adalah hampir 70% karakter igor saykoji, kecuali doyan indomi dan bokepnya, hehehe..sementara arial, biar agak kaku, tapi masih oke.

tentu film ini juga banyak sisi bagusnya, sebut saja adegan ketika mereka sedang mendekati puncak mahameru, dengan tergopoh gopoh menaiki puncaknya, atau adegan dimana ian dan dinda kesambit batu, sangat dramatis. belum lagi angle-angle bagus yang terekam dari film ini, atau ketika genta "nembak" riani tengah malam ditemani air sungai, api unggun dan terang bulan...itu sangat bagus...



secara umum, saya yakin film ini menjadi satu fondasi film indonesia yang bermutu dan engga melulu mengeksplor tubuh wanita atau dunia perklenikan. bagus...bagus...

No comments: